MEDAN: Hujan ekstrem yang mengguyur Aceh, Sumatra Utara (Sumut), dan Sumatra Barat (Sumbar) dalam beberapa hari terakhir memicu banjir bandang ↗↗↗↗dan tanah longsor berskala besar.
Sedikitnya 98 orang meninggal ↗dunia, sementara puluhan lainnya masih hilang. Ribuan rumah rusak dan puluhan ribu warga terpaksa mengungsi.
Pemerintah provinsi di ketiga wilayah diwartakan BBC Indonesia telah menetapkan status darurat bencana.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut penyebab utama bencana ini adalah Siklon Senyar—fenomena yang sangat jarang terjadi di wilayah dekat khatulistiwa seperti Indonesia.
Peneliti Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN, Erma Yulihastin, menjelaskan bahwa siklon tersebut memicu pembentukan Meso-scale Convective Complex, kumpulan awan raksasa yang menghasilkan hujan nonstop dan angin kencang.
Sementara itu, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menilai kerusakan lingkungan akibat aktivitas ekstraktif memperparah dampak bencana.
Hampir seluruh kabupaten dan kota di Serambi Mekkah diterjang banjir dan longsor yang merendam pemukiman, lahan pertanian, serta memutus jaringan listrik dan telekomunikasi.
Akses Banda Aceh–Medan lumpuh total setelah jembatan penghubung ambruk tersapu banjir.
Hingga Kamis (27/11), menurut data Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA), 30 korban dilaporkan meninggal dunia serta 16 dilaporkan hilang.
Sementara itu 119.998 jiwa terdampak dan 20.759 orang mengungsi.
Banjir dahsyat ini merendam ibu kota provinsi Medan, Simalungun, Serdang Bedagai (Sergai), Langkat, Nias, Nias Selatan (Nisel), Mandailing Natal, Pakpak Bharat, Tapanuli Tengah (Tapteng), Tapanuli Utara (Taput), Tapanuli Selatan (Tapsel), Humbang Hasundutan (Humbahas), Padangsidimpuan, hingga Kota Sibolga.

